SEJARAH PENCAK SILAT PAGAR NUSA
Pada jaman
kerajaan perkembangan pencak silat muncul sebagai ilmu beladiri yang bertujuan
untuk mempertahankan kekuasaan maupun daerah. Pada saat jaman kerajaan-kerajaan
baik di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, sampai dengan daerah Semenanjung
Melayu, mereka menciptakan jurus-jurus dengan meniru gerakan binatang yang
berada di lingkungan alam sekitarnya. Gerakan-gerakan yang diciptakan juga
disesuaikan dengan alam sekitarnya yang berbukit-bukit, dan berbatuan. Misalnya
jurus yang diciptakan meniru gerakan harimau, kera, ular, dan burung. Oleh
karena kondisi lingkungan yang berbukit dan berbatuan, maka gerakannya banyak
lompatan/ loncatan. Orang-orang yang hidup di pegunungan biasa berdiri,
bergerak, berjalan dengan langkah kedudukan kaki yang kuat untuk menjaga agar
tidak mudah jatuh selama bergerak di tanah yang tidak rata. Biasanya
menciptakan beladiri yang mempunyai ciri khas kuda-kuda yang kokoh tidak banyak
bergerak. Sedangkan gerakan tangan lebih lincah, banyak ragamnya dan ampuh daya
gunanya.
Penduduk yang
hidup di daerah berawa, tanah datar, padang rumput biasa berjalan bergegas,
lari, sehingga gerakan kakinya menjadi lincah. Mereka menciptakan beladiri yang
lebih banyak memanfaatkan kaki sebagai alat beladiri. Akhirnya setiap daerah
mempunyai beladiri yang khas dan berbeda dengan daerah lainnya, sehingga
timbullah aliran beladiri beraneka
ragam.
Tahun
1019-1041 pada jaman kerajaan Kahuripan yang dipimpin oleh Prabu Erlangga dari
Sidoarjo, sudah mengenal ilmu beladiri pencak dengan nama “Eh Hok Hik”, yang
artinya “Maju Selangkah Memukul”
(Notosoejitno, 1999: 15). Prabu Erlangga ini merupakan pendekar ulung yang
mempunyai ilmu beladiri yang tinggi, oleh karenanya raja, bangsawan, kesatria,
prajurit pada waktu itu wajib belajar beladiri. Pada saat itu prajurit yang
memiiliki ilmu beladiri tinggi, maka semakin tinggi pula kedudukannya.
Pada jaman
kerajaan Islam perdagangan dan pelayaran internasional sudah berlangsung
sehingga para pedagang dan saudagar dari negara-negara Arab, Cina, serta Asia
Timur banyak berdatangan di Indonesia. Mereka selain berdagang juga pertukaran
kebudayaan sehingga memungkinkan pencak silat sebagai budaya bangsa kita dibawa
ke luar negeri, namun demikian juga terjadi asimilasi beladiri yang dibawa oleh
para saudagar. Perdagangan
dan pelayaran internasional ini sudah dilakukan sejak kerajaan islam yang
dipimpin oleh Bani Umayah, dengan Asia Timur pada Dinasti Tang dari Cina.
Bahkan pada jaman kerajaan Sriwijaya wilayah perdagangannya selain di
negara-negara Asia Tenggara sampai ke Asia Timur.
Pada jaman
penjajahan pencak silat dipelajari oleh punggawa kerajaan, kesultanan, dan para
pejuang untuk menghadapi penjajah. Pada jaman penjajahan Belanda pencak silat
diajarkan secara rahasia dan sembunyi-sembunyi, karena takut diketahui oleh
penjajah. Kaum penjajah khawatir bila kemahiran pencak silat tersebut akhirnya
digunakan untuk melawan mereka. Kekhawatiran itu memang beralasan, karena
hampir semua pahlawan bangsa seperti: Cik Ditiro, Imam Bonjol, Fatahillah,
Pangeran Diponegoro, adalah pendekar silat. Oleh karena itu banyak
perguruan-perguruan pencak silat yang tumbuh tanpa diketahui oleh penjajah,
bahkan sebagian menjadi perkumpulan rahasia.
Jaman
penjajahan Jepang pencak silat dibebaskan untuk berkembang, namun dibalik itu
dimanfaatkan demi kepentingan Jepang untuk menghadapi sekutu. Bahkan anjuran
Shimitzu diadakan pemusatan tenaga aliran pencak silat di seluruh Jawa secara
serentak yang diatur oleh pemerintah di Jakarta. Namun pada waktu itu tidak disetujui
diciptakannya pencak silat olahraga yang diusulkan oleh para pembina pencak
silat untuk senam pagi di sekolah-sekolah. Hal ini disebabkan akan
menyaingi senam Taisho Jepang yang
dipakai senam setiap pagi hari.
Sebelum
Indonesia merdeka pencak silat ikut andil dalam perjuangan bangsa dalam melawan
penjajah baik Belanda maupun penjajah Jepang. Hal ini dibuktikan pada masa
penjajahan sudah banyak bermunculan nama-nama perguruan/aliran pencak silat
yang bertujuan untuk membekali pejuang dalam melawan penjajah. Kemahiran ilmu beladiri pencak
silat ini terus dipupuk guna melawan penjajah secara gerilya pada jaman
kemerdekaan. Perguruan-perguruan pencak silat pada waktu itu sibuk untuk
menggembleng tentara dan rakyat, di samping itu pesantren-pesantren, dan tempat-tempat
ibadah selain untuk beribadah juga digunakan untuk latihan beladiri pencak
silat. Sebagai contoh perang fisik bulan Nopember tahun 1945 di Surabaya dalam
melawan sekutu, banyak menampilkan pejuang yang gagah perwira dari Pondok
Pesantren Tebu Ireng, Gontor, dan Jamsaren (Atok Iskandar, 1999: 12).
Pada masa
pemberontakan politik PKI Madiun, dan Darul Islam atau DI/ TII, kemahiran
beladiri pencak silat digunakan lagi dengan strategi Pagar Betis, yaitu
pengepungan pemberontak oleh para tentara bersama rakyat yang telah dibekali
ilmu beladiri. Pada jaman kemerdekaan ini perkembangan pencak silat dibagi
menjadi lima periode yang meliputi : (1) Periode Perintisan, (2) Periode
Konsolidasi dan Pemantapan, (3) Periode Pengembangan, dan (4) Periode Pembinaan.
PAGAR NUSA atau yang sering di sebut PN bukanlah
sebuah nama Perguruan silat tapi nama sebuah lembaga yang diciptakan oleh
Nahdlatul Ulama’ pada tahun 1980 banyak tantangan yang di hadapi oleh warga NU
lalu para tokoh NU membuat Pagarnya NU dan Pagarnya Bangsa dan akhirnya
tercipta lembaga dari NU yang kusus menangani dunia persilatan untuk menjadi
Pagarnya NU dan Bangsa yang disingkat dengan nama PAGAR NUSA dan sekarang
terkenal dengan sebutan PN. Pagar nusa adalah nama sebuah lembaga dari NU yang
kusus menangani atau mewadahi semua bentuk Ilmu beladiri dari berbagai aliran
yang lahir dari warga NU dan warga NU berdakwah Agama Islam sebagian besar
melalui pondok pesantren.
Pondok Pesantren dulunya tidak hanya mengajarkan
ilmu agama dalam pengertian formal-akademis seperti sekarang ini, semisal ilmu
tafsir, fikih, tasawuf, nahwu-shorof, sejarah Islam dan seterusnya. Pondok
pesantren juga berfungsi sebagai padepokan, tempat para santri belajar ilmu
kanuragan dan kebatinan agar kelak menjadi pendakwah yang tangguh, tegar dan
tahan uji. Para kiainya tidak hanya alim tetapi juga sakti. Para kiai dulu
adalah pendekar pilih tanding.
Akan tetapi belakangan ada tanda-tanda surutnya
ilmu bela diri di pesantren. Berkembangnya sistem klasikal dengan materi yang
padat, ditambah eforia pembentukan standar pendidikan nasional membuat definisi
pesantren kian menyempit, melulu sebagai lembaga pendidikan formal.
Para ulama-pendekar merasa gelisah. H.Suharbillah,
seorang pendekar dari Surabaya yang gemar berorganisasi menemui KH Mustofa
Bisri dari Rembang dan menceritakan kekhawatiran para pendekar. Mereka lalu
bertemu dengan KH Agus Maksum Jauhari Lirboyo alias Gus Maksum yang memang
sudah masyhur di bidang beladiri. Nama Gus Maksum memang selalu identik dengan
“dunia persilatan”.
Pada tanggal 12 Muharrom 1406 H bertepatan tanggal
27 September 1985 berkumpulah mereka di pondok pesantren Tebuireng Jombang,
Jawa Timur, untuk membentuk suatu wadah di bawah naungan Nahdlatul Ulama (NU)
yang khusus mengurus pencak silat. Musyawarah tersebut dihadiri tokoh-tokoh
pencak silat dari daerah Jombang, Ponorogo, Pasuruan, Nganjuk, Kediri, serta
Cirebon, bahkan dari pulau Kalimantan pun datang.
Musyawarah berikutnya diadakan pada tanggal 3
Januari 1986, di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, Jawa Timur, tempat berdiam
Sang Pendekar, Gus Maksum. Dalam musyawarah tersebut disepakati pembentukan
organisasi pencak silat NU bernama Ikatan Pencak Silat Nahdlatul Ulama “Pagar
Nusa” yang merupakan kepanjangan dari “Pagarnya NU dan Bangsa.” Kontan para
musyawirin pun menunjuk Gus Maksum sebagai ketua umumnya. Pengukuhan Gus Maksum
sebagai ketua umum Pagar Nusa itu dilakukan oleh Ketua Umum PBNU KH Abdurrahman
Wahid dan Rais Aam KH Ahmad Sidiq. Seiring berkembangnya zaman dan Indonesia
mempunyai organisasi silat IPSI(Ikatan Pencak Silat Indonesia) ,Gus maksum dan
para kiyai-kiyai nahdlotul Ulama’ seluruh nusantara mengadakan rapat untuk
membentuk organisasi silat yang bisa masuk IPSI serta mampu mewadai
perguruan-perguruan yang ada di bawah naungan organisasi NU, maka rapat yang di
adakan di PonPes Lirboyo Kediri itupun menghasilkan terbentuknya PAGAR NU dan
BANGSA yang di singkat PAGARNUSA, pada tahun 1988 akhirnya organisasi ini masuk
IPSI dan mewadai perguruan – perguruan dibawah panji NU seperti perguruan GASMI
yang akhirnya disebut PN GASMI , perguruan BATARA yang akhirnya disebut PN
BATARA, perguruan CIMANDE yang akhirnya disebut PN CIMANDE, perguruan SAPUJAGAD
yang akhirnya disebut PN SAPUJAGAD, perguruan NH yang akhirnya disebut PN NH,
perguruan CAKRA yang akhirnya disebut PN CAKRA dll.
No comments:
Post a Comment